Lomba Pembuatan Video Animasi Berbasis Power Point

Pembuatan Video Animasi dalam Rangka Hut KKG PAI Provinsi Jawa Tengah

"DIRGAHAYU INDONESIAKU KE-75. Jayalah Indonesiaku"

"Sebagai bangsa yang lahir dari perjuangan, kita percaya: di setiap kesulitan, selalu ada jalan keluar dan kemudahan" Ir. Joko Widodo

Seleksi Calon Guru Penggerak

Calon Guru Penggerak

Windows 10

Trik membuat windows 10 lebih cepat bekerja

Pendidikan Karakter

Dimensi Pendidikan Karakter

Sunday, January 23, 2011

RANCANGAN PENELITIAN KUALITATIF DALAM PENDIDIKAN


RANCANGAN PENELITIAN KUALITATIF
DALAM PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu bagian penting dalam kegiatan penelitian adalah menyusun rancangan mengenai penelitian yang akan dilakukan. Ini merupakan bagian yang integral dari tahapan-tahapan dalam rangkaian proses penelitian. Mengikuti pendapat Bailey (1982), menyusun rancangan merupakan tahapan kedua dari lima tahapan penting dalam proses penelitian, yakni: memilih masalah (dan merumuskan hipotesis, jika penelitian itu menggunakan pendekatan kuantitatif), menyusun rancangan penelitian, melakukan pengumpulan data, membuat kode dan analisis data dan melakukan inteprestasi data.
Sebuah rancangan akan memberikan gambaran awal yang jelas dan terarah kepada peneliti tentang proses kegiatan penelitian. Sebagai gambaran awal, rancangan penelitian diharapkan dapat menjadi semacam acuan bagi peneliti untuk memasuki tahapan-tahapan penelitian selanjutnya. Dalam rancangan penelitian kualitatif (qualitative approach), penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti proses pendidikan baik dalam lingkup intern maupun ekstern sekolah. Rancangan penelitian kualitatif ini berbeda dengan kuantitatif, penelitian ini bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim mendefinisikan suatu konsep, serta memberikan kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik bermakna dilapangan.
Sebagai bahan acuan makalah ini, kami akan memberikan tiga bahasan, yaitu; pertama: pengertian penelitian; kedua: tujuan penelitian kualitatif dalam pendidikan; ketiga: bentuk-bentuk rancangan kualitatif; dan yang keempat: format penelitian kualitatif. Ketiga bahasan ini merupakan bentuk rancangan kualitatif dalam pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Penelitian
Penelitian berasal dari bahasa inggris research (re: kembali, dan search: mencari), dengan demikian research berarti mencari kembali. Sehingga, penelitian adalah semua kegiatan pencarian, penyelidikan dan percobaan secara ilmiah dalam suatu bidang tertentu untuk mendapatkan fakta-fakta tau prinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru dan menaikan tingkat ilmu dan teknologi.[1]
Sedangkan penelitian kualitatif menurut Jane Richie, adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, prilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.[2]
Penelitian kualitatif ini dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Contohnya dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat dan perilaku seseorang, peranan organisasi pergerakan nasional, atau hubungan timbal balik.[3]
Dalam penelitian tidak lepas dari rancangan, tetapi pada rancangan penelitian kualitatif dalam pendidikan, penelitiannya bersifat sementara karena ketika penelitian berlangsung, peneliti secara terus menerus menyesuaikan rancangan tersebut dengan proses penelitian dan kenyataan yang terjadi di lapangan khususnya di dalam dunia pendidikan. Jadi berbeda dengan proses penelitian kuantitatif yang disusun secara ketat dan kaku sebelum penelitian dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena:
1.      Peneliti kualitatif belum dapat membayangkan sebelumnya tentang kenyataan-kenyataan yang akan dijumpai di lapangan;
2.      Peneliti belum dapat meramalkan sebelumnya tentang perubahan yang terjadi ketika terjadi interaksi antara peneliti dan kenyataan yang diteliti;
3.      Bermacam-macam sistem nilai yang terkait berhubungan dengan cara yang tidak dapat diramalkan.[4]

B.     Tujuan Penggunaan Penelitian Kualitatif
Sesuai dengan hakikat penelitian kualitatif, maka penggunaan penelitian dalam pendidikan bertujuan untuk:
1.      Mendeskripsikan suatu proses kegiatan pendidikan berdasarkan apa yang terjadi di lapangan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk menemukan kekurangan dan kelemahan pendidikan, sehingga dapat ditentukan upaya penyempurnaanya;
2.      Menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa pendidikan yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya dalam konteks ruang dan waktu serta situasi lingkungan pendidikan secara alami;
3.      Menyusun hipotesis berkenaan dengan konsep dan prinsip pendidikan berdasarkan data dan informasi yang terjadi di lapangan (induktif) untuk dilakukan pengujian lebih lanjut melalui pendekatan kuantitatif.[5]

C.    Bentuk-bentuk Rancangan Penelitian Kualitatif
1.      Grounded Theory (Teoretisasi Data)
Rancangan teori grounded merupakan prosedur penelitian kualitatif yang sistematik, dimana peneliti melakukan generalisasi satu teori yang menerangkan konsep, proses, tindakan, atau interaksi mengenai suatu topik pada level konseptual yang luas. Tujuan grounded theory yaitu untuk menentukan kondisi yang memunculkan sejumlah tindakan/interaksi yang berhubungan dengan suatu fenomena dan akibatnya.[6]
Dalam dunia pendidikan teori ini digunakan untuk meneliti bagaimana proses kegiatan pengajaran, proses bimbingan, pengelolaan kelas/manajemen kelas, dan bagaimana hubungan antara guru dan siswa di sekolah.
2.      Rancangan Penelitian Etnografik
Rancangan penelitian etnografik merupakan prosedur penelitian kualitatif untuk mendeskripsikan, menganalisa, dan menginterprestasi pola prilaku, kepercayaan, dan bahasa bersama dari sekelompok budaya yang berkembang pada seluruh waktu. Dalam lingkungan pendidikan penelitian ini dirancang untuk meneliti tentang bagaimana kurikulum yang diterapkan, serta metode apa yang digunakan guru untuk mengajar.
3.      Rancangan Penelitian Naratif
Dalam rancangan ini, seorang peneliti mendeskripsikan kehidupan individual, mengumpulkan dan menceritakan informasi tentang kehidupan individu-individu, serta melaporkannya secara naratif tentang pengalaman-pengalaman mereka. Dalam bidang pendidikan misalnya, meneliti bagaimana perkembangan psikososial anak didik serta aktifitas-aktifitasnya baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
4.      Rancangan Study Kasus
Penelitian dalam rancangan study kasus dilakukan untuk memperoleh pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna sesuatu/subyek yang diteliti. Penelitian ini lebih mementingkan proses dari pada hasil, lebih mementingkan konteks dari pada suatu variabel khusus, lebih ditunjukan untuk menemukan sesuatu dari pada kebutuhan konfirmasi.
Penelitian ini menganalisa bagaimana keadaan individu peserta didik, dalam persoalan sosialnya maupun pola kehidupannya baik dalam hal pergaulan maupun sikap di dalam masyarakat.
5.      Rancangan Metode Campuran
Dalam penelitian metode campuran, peneliti mengkombinasikan data kuantitatif dengan data kualitatif, yaitu untuk menerangkan dan mengeksplor problem penelitian dengan cara terbaik. Rancangan metode ini merupakan prosedur untuk mengumpulkan data kuantitatif dan data kualitatif dalam satu penelitian tunggal, dan untuk menganalisa dan melaporkan data ini berdasarkan prioritas, sekuensi, dan level integrasi informasi.
Biasanya rancangan ini ditujukan dalam pengisian hasil studi/nilai akhir sekolah, menganalisis nilai siswa, serta untuk menentukan pengembangan diri masing-masing siswa selama mengkuti pembelajaran.
6.      Rancangan Penelitian Tindakan (Action Research)
Penelitian ini memanfaatkan data kuantitatif dengan data kualitatif seperti metode campuran, akan tetapi fokusnya lebih merupakan terapan. Tujuan penelitian ini dalam dunia pendidikan adalah untuk meningkatkan praktek pendidikan dan pengajaran dimana guru melaksanakannya berkaitan dengan problem yang mereka hadapi dalam setting sekolah. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran rancangan penelitian tindakan merupakan prosedur sistematik yang dipakai oleh guru (atau peneliti) untuk mengumpulkan data kuantitatif dan atau data kualitatif tentang cara-cara mereka bekerja, bagaimana mereka mengajar, dan bagaimana baiknya siswa belajar.[7]     

D.    Format Rancangan Penelitian Kualitatif
Dalam konteks pendekatan kualitatif, elemen dan unsur-unsur utama sebagai isi (content) dari rancangan penelitian dalam pendidikan pada umumnya adalah: konteks penelitian (latar belakang masalah); fokus kajian atau pokok persoalan yang hendak diteliti; tujuan penelitian; ruang lingkup dan setting penelitian (latar alamiah penelitian itu dilakukan); perspektif teoritik (fenomena sosial) dan kajian pustaka; serta metode yang digunakan.
Adapun format rancangan penelitian kualitatif ada beberapa versi, akan tetapi format di sini sebagai modifikasi, sehingga mudah diaplikasikan. Sistematikannya adalah sebagai berikut:
·      Judul
·      Konteks Penelitian
·      Fokus Kajian
·      Tujuan Penelitian
·      Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
·      Perspektif Teoritik dan Kajian Pustaka
·      Metode Penelitian
-          Pendekatan
-          Unit Analisis
-          Pengumpulan dan Analisis Data
-          Keabsahan data
·      Jadwal kegiatan penelitian
·      Anggaran Penelitian
·      Daftar Kepustakaan[8]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Penelitian kualitatif menurut merupakan upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, prilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Misalkan dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat dan perilaku seseorang. Rancangan penelitian kualitatif dalam pendidikan penelitiannya bersifat sementara, karena ketika penelitian berlangsung, peneliti secara terus menerus menyesuaikan rancangan tersebut dengan proses penelitian dan kenyataan yang terjadi di lapangan khususnya di dalam dunia pendidikan.
Bentuk-bentuk rancangan penelitian kualitatif antara lain grounded theory, penelitian etnografik, penelitian naratif, Rancangan Study Kasus, Metode Campuran, dan Rancangan Penelitian Tindakan (Action Research). Sedangkan konteks pendekatan kualitatif, elemen dan unsur-unsur utama sebagai isi rancangan penelitian dalam pendidikan adalah konteks penelitian, fokus kajian, tujuan penelitian, ruang lingkup dan setting penelitian, perspektif teoritik dan kajian pustaka, dan metode yang digunakan.

B.     Penutup
Demikian uraian yang telah kami paparkan, melalui makalah ini penulis menjelaskan dan menguraikan bahwa dalam rancangan penelitian dalam pendidikan tidak terlepas dari sebuah konsep, metode maupun format yang harus dibuat, karena pada dasarnya penelitian ini memberikan kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar. Demikian, apabila dalam penulisan ini masih banyak kekurangan, kami mohon kritik dan saran dari pembaca.



DAFTAR PUSTAKA

Alsa, Asmadi, 2007, Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bungin, Burhan, 2003, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hadi, Amirul dan Haryono, 2005, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Moleong, Lexy J, 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Strauss, Anselm dan Corbin, Juliet, 2007, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar


[1] Drs. Amirul Hadi, Drs. Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005, hlm 39.
[2] Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009, hlm 6.
[3] Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 4
[4] Asmadi Alsa, Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hlm 52
[5] Drs. Amirul Hadi, Drs. Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005, hlm 19-20.
[6] Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 290
[7] Asmadi Alsa, Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hlm 56
[8] Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003, hlm 47-48.

ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT SYED M. NAQUIB AL-ATTAS DAN ISMAIL RAJI AL-FARUQI


ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN ISLAM
MENURUT  SYED M. NAQUIB AL-ATTAS DAN
ISMAIL RAJI AL-FARUQI


BAB I
PENDAHULUAN

Topik Islamisasi ilmu pengetahuan dan pendidikan dalam Islam sudah diperdebatkan sejak Konferensi Dunia Pertama tentang Pendidikan Islam di Makkah 1977. Tetapi sayangnya tidak ada usaha serius untuk melacak sejarah gagasan dan mengkaji atau mengevaluasi sejumlah persoalan pokok yang berkenaan dengan topik ini pada tingkat praktis.
Gagasan Islamisasi sebenarnya berangkat dari asumsi bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bebas nilai atau netral. Betapa pun diakui pentingnya transfer ilmu Barat ke Dunia Islam, ilmu itu secara tak terelakkan sesungguhnya mengandung nilai-nilai dan merefleksikan pandangan dunia masyarakat yang menghasikannya, dalam hal ini masyarakat Barat. Sebelum diajarkan lewat pendidikan, ilmu tersebut harus ditepis terlebih dahulu agar nilai-nilai yang bertentangan secara diametral dengan pandangan-dunia Islam bisa disingkirkan. Gagasan islamisasi, dengan demikian, merupakan upaya dekonstruksi terhadap ilmu pengetahuan Barat untuk kemudian direkonstruksi ke dalam sistem pengetahuan Islam.
Dalam makalah ini kami akan mengupas persoalan islamisasi ilmu pengetahuan dan pendidikan islam sebagaimana digagas dan dipraktekkan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Ismail Raji al-Faruqi pemikir Muslim kontemporer yang sangat menonjol.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    SYED MUHAMMAD NAQUIB AL-ATTAS
  1. Biografi  Syed M. Naquib Al-Attas
Syed Muhammad Naquib ibn Ali ibn Abdullah ibn Muhsin Al-Attas lahir pada 5 September 1931 di Bogor, Jawa Barat. Di antara leluhurnya ada yang menjadi wali dan ulama. Salah seorang di antaranya adalah Syed Muhammad Al-‘Aydarus (dari pihak ibu), guru dan pembimbing rohani Syed Abû Hafs ‘Umar ba Syaibân dari Hadramaut, yang mengantarkan Nûr Al-Dîn Al-Rânîrî, salah seorang alim ulama terkemuka di dunia melayu, ke tarekat Rifa’iyyah. Ibunda Syed Muhammad Naquib, yaitu Syarifah Raquan Al-‘Aydarus, berasal dari Bogor, Jawa Barat, dan merupakan keturunan ningrat Sunda di Sukapura.
Latar belakang keluarganya memberikan pengaruh yang besar dalam pendidikan awal Syed Muhammad Naquib. Dari keluarganya yang terdapat di Bogor, dia memperoleh pendidikan dalam ilmu-ilmu keislaman, sedangkan dari keluarganya di Johor, dia memperoleh pendidikan yang sangat bermanfaat baginya dalam mengembangkan dasar-dasar bahasa, sastra, dan kebudayaan melayu.
Pada usia lima tahun, Syed Muhammad Naquib dikirim ke johor untuk belajar di Sekolah Dasar Ngee Heng (1936-1941). Pada masa pendudukan Jepang, dia kembali ke Jawa untuk meneruskan pendidikannya di Madrasah Al-‘Urwatu Al-Wutsqâ, Sukabumi (1941-1945). Setelah Perang Dunia II pada 1946, Syed Muhammad Naquib kembali ke Johor untuk merampungkan pendidikan selanjutnya, pertama di Bukit Zahrah School kemudian di English Colleg (1946-1951).
Syed Muhammad Naquib banyak menghabiskan masa mudanya dengan membaca dan mendalami manuskrip-manuskrip sejarah, sastra, dan agama, serta buku-buku klasik Barat dalam bahasa Inggris yang tersedia di perpustakaan keluarganya yang lain.[1]
Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah seorang pakar yang menguasai berbagai disisplin ilmu, seperti teologi, filsafat dan metafisika, sejarah dan sastra. Dia juga seorang penulis yang produktif dan otoritatif, yang telah memberikan beberapa kontribusi baru dalam disiplin keislaman dan pereadaban melayu.
Dia jugalah orangnya yang telah merancang dan mendesain bangunan kampus ISTAC pada 1991. pada 1993, dia diminta menyusun tulisan klasik yang unik untuk Kursi Kehormatan Al-Ghazâlî. Pada 1994, dia diminta menggambar auditorium dan masjid ISTAC lengkap dengan lanskap dan dekoradi interior yang bercirikan seni arsitektur Islam yang dikemas dalam sentuhan tradisional dan gaya kosmopolitan.[2]

  1. Karya Tulis
1)      Buku dan Monograf
Al-Attas telah menulis 26 buku dan monograf, baik dalam bahasa Inggris maupun Melayu dan banyak yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa lain, seperti bahasa Arab, Persia, Turki, Urdu, Malayalam, Indonesia, Prancis, Jerman, Rusia, Bosnia, Jepang, India, Korea, dan Albania. Di antara karya-karyanya tersebut adalah:[3]
a)       Islam and Secularism, ABIM, Kuala Lumpur, 1978. diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu, India, Persia, Urdu, Indonesia, Turki, Arab, dan Rusia.
b)       Islam and the Philoshophy of Science, ISTAC, Kuala Lumpur, 1989. diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Bosnia, Persia, dan Turki.
c)       Islam: Paham Agama dan Asas Akhlak, ABIM, Kuala, Lumpur, 1977. versi bahasa Melayu
d)      Risalah untuk Kaum Muslimin, monograf yang belum diterbitkan, 286 h., ditulis antara Februari-Maret 1973. (buku ini kemudian diterbtkan di Kuala Lumpur oleh ISTAC pada 2001—penerj.)
e)       The Mysticism of Hamzah Fanshûrî, University of Malaya Press, Kuala Lumpur, 1969

2)      Artikel
a)      “Islamic Culture in Malaysia”, Malaysian Society of Orientalist, Kuala Lumpur, 1966
b)      “Rampaian Sajak”, Bahasa, Persatuan Bahasa Melayu Universiti Malaya no. 9, Kuala Lumpur, 1968.
c)      “Indonesia: 4 (a) History: The Islamic Period”, Encyclopedia of Islam, edisi baru, E.J. Brill, Leiden, 1971.
d)     “A General Theory of The Islamization of the Malay Archipelago”, Profiles of Malay Culture, Historiographi, Religion, and Politics, editir Sartono Kartodirdjo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1976

  1. Pemikiran Syed M. Naquib Al-Attas
Latar belakang akademis al-Attas adalah kajian sastra dan sejarah Melayu. Namun pemikirannya dalam bidang sejarah pun nyaris tidak pernah lepas dari pembahasan metafisika atas Islam. Salah satu isu terpenting dari metafisika Islam adalah posisi ilmu dan persoalan epistemology.
Al-Attas melihat bahwa dalam lingkupnya yang lebih sempit, pada tingkat praktis dan empiris, ilmu pengetahuan memilki tujuan yang sama dengan metafisika. Oleh sebab itu, ilmu pengetahuan harus bersumber pada metafisika, yaitu ilmu yang lebih tinggi. Al-Attas memang lebih kerap berbicara tentang filsafat ilmu pengetahuan yang daripada ilmu pengetahuan Islam. Dia pun menggunkan istilah “islamisasi” secara terbatas dan menerapkannya secara persial ata temuan ilmu pengetahuan kontemporer, meskipun pada mulanya dialah yang pertama kali menggunkan istilah ini dalam makna yang dipahami kini.[4]
Al-Attas dalam bukunya The Concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Education yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia Islamisasi adalah pembebasan manusia, pertama dari tradisi magis, mitos, animis dan faham kebangsaan dan kebudayaan pra-Islam, kemudian dari kendali sekuler atas nalar dan bahasanya.[5]
Bagi al-Atas misalnya, islamisasi ilmu pengetahuan mengacu kepada upaya mengeliminir unsur-unsur serta konsep-konsep pokok yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat, khususnya dalam ilmu-ilmu kemanusiaan. Tercakup dalam unsur-unsur dan konsep ini adalah cara pandang terhadap realitas yang dualistik, doktrin humanisme, serta tekanan kepada drama dan tragedi dalam kehidupan rohani sekaligus penguasaan terhadapnya. Setelah proses ini dilampaui, langkah berikutnya adalah menanamkan unsur-unsur dan konsep pokok keislaman. Sehingga dengan demikian akan terbentuk ilmu pengetahuan yang benar; ilmu pengetahuan yang selaras dengan fitrah.[6]
Mengenai ilmu pengetahuan modern, al-Attas berpendirian relatif jauh lebih terbuka dibandingkan dengan beberapa pemikir lainnya, karena ia menganggap islamisasi ilmu pengetahuan tidaklah berhubungan langsung dengan teoriilmu pengetahuan tertentu, karena sampai tingkat tertentu, temuan ilmu pengetahuan, misalnya toeri gravitasi Newton, adalah bebas nilai.
Dalam filsafat ilmu pengetahuan modern, terutama al-Attas mengkritik pandangan mengenai sumber ilmu yang tidak mengakui adanya sumber kebenaran mutlak, seperti Al-Qquran, dan otoritas serta metodenya.
Dalam upayanya mengajukan alternatif, al-Attas bergerak lebih jauh dengan menunjukkan secara terperinci dasar-dasar penciptaan epistemology Islam, yang terutama dicapai oleh para filsuf muslim terdahulu. Ini terutama dibahas dalam karya terakhirnya, Prolegomena to the Metaphysics of Islam (mukadimah bagi Metafisika Islam, 1995), yang berupaya mengupas asas-asas metafisika dan epistemology Islam dengan bersandar pada para temuan filsuf muslim itu. Jika semua ini telah terumuskan dengan baik, dan diajarkan kepada individu muslim sedemikian hingga ilmu ini cukup dihayati, maka Islamisasi tidak menjadi persoalan lagi karena akan terjadi secara otomatis melalui diri individu itu. Jadi “lokus” islamisasi bukanlah disiplin ilmu, namun individu ilmuannya.[7]

B.     ISMAIL RAJI AL-FARUQI
  1. Biografi Ismail Raji al-Faruqi
Ismail Raji al-Faruqi lahir di Jaffa, Palestina pada tanggal 1 Januari 1921. pendidikan yang dilaluinya, seperti kebanyakan anak-anak keturunan arab yang selalu mengutamakan pendidikan agama, ia juga memulai pendidikannya dengan pendidikan agama. Selanjutnya ia memasuki College Des Fress, Libanon sejak 1926 sampai 1936. selesai di lembaga ini, ia selanjutnya kuliah di Amerika University, Beirut sampai menyelesaikan sarjana muda dengan gelar BA (Bachelor of Arts) tahun 1941[8], al-Faruqi lalu bekerja untuk pemerintah Inggris di Palestina. Pada tahun 1945, dia dipilih sebagai Gubernur Galilea. Tapi, setelah Israel mencaplok Palestina, ia pindah ke Amerika Serikat. Di Amerika, ia melanjutkan pendidikan Master dalam bidang filsafat di University of Indiana dan University of Harvard. Dia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil gelar doktor filsafat di University of Indiana dan di Al-Azhar University pada tahun 1952. Dia kemudian mengajar beberapa universitas diseluruh dunia diantaranya universitas di Kanada, Pakistan dan Amerika Seirkat,[9] dan mengabdikan dirinya sebagai staf pengajar di temple University sampai akhir hayatnya 27 Mei 1986 (18 Ramadhan 1406 H). meninggal dunia dalam suatu peristiwa tragis, para ekstrimis Yahudi membunuh al-Faruqi serta istrinya dalam rumahnya di kota Wyncote Pencylvania.
Dia adalah seorang nasionalis Arab yang banyak membuat tulisan tentang agama Yahudi dan perbandingan agama. Hingga kinipun, seperti tampak pada banyak artikel dalam buku, jurnal, ataupun ensiklopedi yang membahas sumbangan pemikirannya, ia lebih dikenal sebagai seorang pemikir dalam disiplin kajian agama. Ia juga menulis beberapa artikel dalam jurnal kajian agama.[10]

  1. Karya Tulis
Al.-Faruqi adalah ilmuan yang produktif. Ia berhasil menulis lebih dua puluh buku dan seratus artikel. Di antara bukunya yang terpenting adalah: Tauhid: its Imlications for Thought and file (1982). Buku ini mengupas tentang tauhid secara lengkap. Tauhid tidak hanya dipandang sebagai ungkapan lisan bahkan lebih dari itu, tauhid dikaitkan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, baik itu segi politik, sosial, dan budaya. Dari inilah kita dapat melihat titik tolak pemikiran Al- Faruqi yang berimplikasi pada pemikirannya dalam bidang-bidang lain. Dalam buku Islamization of Knowledge: General Principle and Workplan (1982), walaupun ukurannya sangat sederhana, namun menampilkan pikiran yang cemerlang dan kaya, serta patut dijadikan rujukan penting dalam masalah Islamisasi ilmu pengetahuan, didalamnya terangkum langkah-langkah apa yang harusditempuh dalam proses islamisasi tersebut.[11]
Karya-karya terpentingnya lagi adalah The Trialogue of Abraham Faiths (Perbincangan Tiga Pihak mengenai Agama Ibrahim, 1986), Essays in Islamic and Comparative Studies (Esai dalam Kajian Islam dan Komparatif, 1982), Historical Atlas of the Religions of the World (Atlas Historis Agama Dunia, 1974) dan sebagainya.[12]

  1. Pemikiran Ismail Raji al-Faruqi
Al-Faruqi sampai pada kesimpulannya tentang perlunya Islamisasi setelah menganalisis masalah umat. Dalam setiap bidang, seperti polit, ekonomi, dan budaya muslim terpinggirkan, kalah pleh dominasi barat. Menurtnya, inti masalah ini adalah system pendidikan yang mengasingkan muslim dari agamanya sendiri, dan dari sejarah kegemilangan agamanya yang seharusnya menjadi sumber kebanggaan.
Dengan demikian, solusinya adalah membenahi system pendidikan. System pendidikan yang membuat pemisahan antara ilmu agama (madrasah) dan ilmu non agama (sekolah, universitas) harus dipadukan kembali. Pada tingkat ini pula al-Faruqi sudah mulai membayangkan langkah praktis yang harus dilakukan. Ia membayangkan bahwa universitas-universitas di dunia Islam harusnya cukup banyak memberikan pengajaran tentang peradaban Isalam. Tujuannya adalah memunculkan kembali identitas pelajar muslim.[13]
Sementara menurut Ismail al Faruqi, islamisasi ilmu pengetahuan dimaknai sebagai upaya pengintegrasian disipilin-disiplin ilmu modern dengan khazanah warisan Islam.  Langkah pertama dari upaya ini adalah dengan menguasai seluruh disiplin ilmu modern, memahaminya secara menyeluruh, dan mencapai tingkatan tertinggi yang ditawarkannya. Setelah prasyarat ini dipenuhi, tahap berikutnya adalah melakukan eliminasi, mengubah, menginterpretasikan ulang dan mengadaptasikan komponen-komponennya dengan pandangan dunia Islam dan nilai-nilai yang tercakup di dalamnya. [14]
Dalam deskripsi yang lebih jelas, islamisasi ilmu pengetahuan menurut al-Faruqi adalah memberikan definisi baru, mengarur data-data, memikirkan lagi jalan pemikiran dan menghubungkan data-data, mengevaluasikan kembali kesimpulan-kesimpulan, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cita-cita Islam.[15]
Selanjutnya, secara terperinci ia menjabarkan proyek islamisasi ilmunya dalam dua belas langkah praktis, yaitu: [16]
1)      Penguasaan disiplin ilmu modern: penguraian kategoris
2)      Survei atau tinjauan disiplin ilmu
3)      Penguasaan khazanah Islam: sebuah antologi
4)      Penguasaan khazanah ilmiah Islam tahap analisa
5)      Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu
6)      Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern; tingkat perkembangannya di masa kini
7)      Penilaian kritis terhadap khazanah Islam: tingkat perkembangannya dewasa ini
8)      Survei permasalahan yang dihadapi umat Islam
9)      Survei permasalahan yang dihadapi umat manusia
10)  Analisa kreatif dan sintesa
11)  Penuangan kembali disiplin imu modern ke dalam kerangka Islam: buku-buku dasar tingkat universitas
1)       Penyebarluasan ilmu-ilmu yang telah diislamiskan
Kemudian gagasan tersebut dijadikan lima landasan objek rencana kerja Islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu:
1)      Penguasaan disiplin-disiplin ilmu pengetahuan modern.
2)      Penguasaan terhadap khazanah atau warisan keilmuan Islam.
3)      Penerapan ajaran-ajaran tertentu dalam Islam yang relevan ke setiap wilayah ilmu pengetahuan modern.
4)      Mencari sintesa kreatif antara khazanah atau tradisi Islam dengan ilmu pengetahuan modern.
5)      Memberikan arah bagi pemikiran Islam pada jalur yang memandu pemikiran tersebut ke arah pemenuhan kehendak Ilahiyah.
Dan juga dapat digunakan alat bantu lain guna mempercepat islamisasi ilmu pengetahuan adalah dengan mengadakan konferensi dan seminar-seminar serta melalui lokakarya untuk pembinaan intelektual.[17]

C.    KRITIK ATAS GAGASAN ISLAMISASI ILMU
Di seberang para penggagas ilmu pengetahuan Islam ini tentu saja ada pendirian lain yang bertentangan, seperti halnya Fazlur Rahman. Fazlur Rahman adalah sarjana muslim yang memusatkan kajiannya pada al-Quran. Dari segi kuantitas karyanya dalam lingkup wacana ilmu pengetahuan Islam memang tidak menonjol. Fazlur Rahman hanya manulis dua artikel tentang masalah ini dalam majalah Arabia dan AJIIS, yang sempat memancing polemik sengit di negerinya, Pakistan. Namun pandangannya cukup mewakili gagasan para penentang islamisasi ilmu.
Fazlur Rahman menganggap rancangan sistematis al-Faruqi mengenai langkah-langkah islamisasi ilmu terlalu mekanistis. Sementara al-Faruqi, dalam urutan langkah-langkah programnya, tampak lebih mementingkan penguasaan ilmu pengetahuan barat yang harus terlebih dahulu digarap dari pada tradisi Islam sendiri.
Istilah Islamisasi bagi Rahman mengesankan sifat mekanis, karena seakan-akan dalam menghadapi berbagai ilmu yang datang dari barat, sesorang akan duduk begitu saja dan mengislamisasikannya.
Sebetulnya Rahman tidak sepenuhnya menentang gagasan ini, namun lebih menentang beberapa varian dalam gagasan ini yang memang terkesan bersifat mekanis. Ini, misalnya tampak dalam program 12 langkah al-Faruqi. Namun yang menjadi persoalan kemudian tidak hanya ilmu yang datang dari barat, tetapi dalam tradisi Islam sendiri tidak tertutup kemungkinan adanya teori yang tidak sesuai dengan Islam.
Satu hal yang tampaknya lebih penting dari respon Fazlur Rahman adalah bahwa ia telah membawa persoalan yang sebelumnya hanya dibicarakan dalam konteks aktivisme Islam ke dalam kerangka perdebatan teoretis yang lebih besar, yaitu tentang bagaimana seharusnya seorang muslim menciptakan teori-teori dan system-sistem yang diturunkan dari Al-Quran secara abash.
Kritikan selanjutnya dilakukan oleh Pervez Hoodboy yang bertumpu pada pandangan instrumentalis yang sama dengan pandangan Rahman, dengan keyakinan akan netralitas ilmu pengetahuan sebagai landasannya. Serupa juga dengan Rahman, ia sebenarnya lebih mengarahkan kritiknya pada beberapa varian dalam wacana islamisasi ilmu, yang terutama diwakili oleh al-Faruqi.
Hoodboy mempertanyakan kebermaknaan istilah “ilmu pengetahuan Islam” sendiri. Menurutnya, harus dilakukan perbedaan antara ilmu pengetahuan yang dipraktekkan oleh kaum muslim pada saat ini maupun pada zaman keemasan Islam dan konsep ilmu pengetahuan Islam yang dianggap secara khusus mencerminkan karakter Islam.[18]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa Syed Muhamamad Naquib al-Attas dan Ismail Raji al-Faruqi dipandang sebagai pelopor gerakan islamisasi ilmu pengetahuan, menurut mereka islamisasi ilmu pengetahuan mengacu kepada upaya mengeliminir unsur-unsur serta konsep-konsep pokok yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat
Islamisasi ilmu pengetahuan sangatlah penting melihat dari keadaan umat islam yang hanya menjadi penonton bagi kehancuran dunia ini. Karena para ilmuan bukan islam ini hanya akan membawa kehancuran bagi ciptaan-ciptaan Allah SWT.

B.     Penutup
Demikian uraian yang telah kami paparkan, melalui makalah ini penulis memohon maaf apabila dalam penulisan ini masih banyak kekurangan, maka  dengan ini penulis mohon kritik dan saran dari pembaca.





DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, dkk, ed. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Dinamika Masa Kini. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeva, 2002
Al-Atta, Syed Muhammad Al-Naquib. Konsep Pendidikan dalam Islam, penerjemah Haidar Bagir. Bandung: Mizan 1996, cet. ke 7
Al-Faruqi, Ismail Raji. Islamisasi Pengetahuan, penerjemah Anas Mahyuddin. Bandung: Pustaka
Daud, Wan Mohd Nor Wan. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, penerjemah Hamid Fahmi dkk. Bandung: Mizan, 2003. cet. ke 1
Harahap, Syahrin dan Hasan Bakti Nasution. Ensiklopedi Aqidah Islam. Jakarta: Prenada Media, 2003
http://72.14.235.132/search?q=cache:qTfEBCluaxsJ:digilib.usu.ac.id/download/fs/arab-rahimah.pdf+Ismail+Raji+Al-Faruqi&hl=id&ct=clnk&cd=5&gl=id
http://www.acehinstitute.org/opini_mukhlisuddin_ilyas_islamisasi_ilmu_pengetahuan.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Ismail_Raji_Al-Faruqi


[1] Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas, penerjemah Hamid Fahmy dkk (Bandung: Mizan, 2003), cet ke 1. hlm. 45-47
[2] Daud, Filsafat…, hlm. 51
[3] Daud, Filsafat…, hlm. 55-58
[4] Zainal Abidin Bagir, “Al-Attas”, dalam Taufik Abdullah, dkk (e.d), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Dinamika Masa Kini, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 147-148
[5] Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan Islam, penerjemah Haidar Bagir (Bandung: Mizan, 1996), cet. ke 7, hlm. 95
[6] http://www.acehinstitute.org/opini_mukhlisuddin_ilyas_islamisasi_ilmu_pengetahuan.htm
[7] Bagir “Al-Attas”, dalam Taufik Abdullah, dkk (e.d), Ensiklopedi..,hlm 147
[8] Syahrin Harahap dan Hasan Bakti Nasution, Ensiklopedi Aqidah Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2003) hlm. 97
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Ismail_Raji_Al-Faruqi
[10] Bagir “Al-Faruqi”, dalam Taufik Abdullah, dkk (e.d), Ensiklopedi..,hlm 149
[11] http://72.14.235.132/ search?q=cache:qTfEBCluaxsJ:digilib.usu.ac.id/download/fs/arab-rahimah.pdf +Ismail+Raji+Al-Faruqi&hl=id&ct=clnk&cd=5&gl=id
[12] Bagir “Al-Faruqi”, dalam Taufik Abdullah, dkk (e.d), Ensiklopedi..,hlm 149
[13] Bagir “Al-Faruqi”...,hlm 149
[14] http://www.acehinstitute.org/opini_mukhlisuddin_ilyas_islamisasi_ilmu_pengetahuan.htm
[15] Ismail Raji al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, penerjemah Anas Mahyuddin, (Bandung: PUSTAKA) hlm. 38-39
[16]al-Faruqi, Islamisasi…,hlm. 98-115
[17] al-Faruqi, Islamisasi…,hlm 118
[18] Bagir “Kritik atas Gagasan Islamisasi Ilmu”, dalam Taufik Abdullah, dkk (e.d), Ensiklopedi.., 145-155